Pendidikan: Antara Teori, Praktek, dan Drama Kehidupan
Sekolah: Tempat Belajar atau Ladang Ujian Mental?
Pendidikan di Indonesia itu ibarat drama telenovela—penuh kejutan, plot twist, dan kadang bikin mikir, “Kenapa aku di sini?” Dari kecil, kita sudah dikenalkan dengan konsep sekolah sebagai “gerbang menuju masa depan cerah,” padahal bagi sebagian orang, sekolah itu gerbang menuju PR yang tak ada habisnya.
Mulai dari SD hingga kuliah, kita dicekoki berbagai mata pelajaran. Dari Matematika yang bikin otak panas, Sejarah yang lebih dikbudlebongkab.com banyak hafalan daripada ingatan mantan, sampai Bahasa Indonesia yang ironisnya sering kita gunakan dengan cara yang salah.
Namun, sekolah bukan hanya tentang akademik. Ada pelajaran hidup yang tidak tertulis di buku, seperti seni menyontek tanpa ketahuan, strategi menahan kantuk di kelas, hingga teknik kabur saat jam olahraga. Ini adalah ilmu-ilmu bertahan hidup yang tidak masuk kurikulum, tapi entah kenapa selalu dipraktikkan.
Pendidikan Karakter: Teori Banyak, Praktek? Hmmm…
Sistem pendidikan kita juga katanya mengajarkan pendidikan karakter. Tapi anehnya, banyak orang yang pintar akademis tapi kalau naik motor di jalan masih suka nerobos lampu merah. Jadi, apakah pendidikan karakter ini hanya sekadar teori?
Kita sering diberi pelajaran PPKn, diajarkan pentingnya gotong royong, disiplin, dan toleransi. Tapi pas ujian? Nggak ada toleransi buat yang nggak belajar. Dan soal gotong royong? Biasanya hanya terjadi kalau ada kerja bakti demi nilai tambahan.
Masih banyak yang menganggap nilai di rapor lebih penting daripada nilai dalam kehidupan. Akibatnya, banyak siswa yang hafal rumus matematika tapi nggak paham cara menghitung diskon di minimarket. Atau paham teori demokrasi, tapi pas kerja kelompok, tetap ada yang jadi beban.
Pendidikan Online: Kuliah atau Jadi Content Creator?
Sejak pandemi, pendidikan online semakin populer. Awalnya terasa menyenangkan, bisa belajar sambil rebahan. Tapi lama-lama, banyak mahasiswa sadar kalau yang lebih banyak dipelajari adalah cara mengatasi sinyal lemot dan mencari alasan telat masuk Zoom.
Guru dan dosen pun ikut beradaptasi. Dari yang awalnya hanya mengandalkan papan tulis, kini harus jadi YouTuber dadakan. Tidak sedikit yang akhirnya menyerah dan kembali ke metode klasik: “Kalian baca sendiri, ya.”
Di sisi lain, pendidikan online ini juga membuat banyak orang sadar bahwa belajar tidak harus selalu di kelas. Sekarang, banyak anak muda yang lebih memilih belajar dari YouTube atau TikTok. Nggak heran kalau kadang ilmunya malah lebih nyangkut daripada materi di sekolah.
Kesimpulan: Pendidikan Butuh Revolusi (Bukan Sekadar Evolusi)
Pendidikan seharusnya lebih dari sekadar nilai di kertas. Kita butuh sistem yang tidak hanya menilai dari hafalan, tapi juga dari pemahaman dan penerapan dalam kehidupan nyata. Percuma hafal teori ekonomi kalau pas belanja online tetap kena tipu diskon palsu.
Jadi, kalau pendidikan ingin maju, kurikulum juga harus mengikuti perkembangan zaman. Mungkin saatnya memasukkan mata pelajaran baru, seperti “Survival di Dunia Kerja,” “Menghindari Drama di Grup WhatsApp,” atau “Manajemen Stres Saat Lihat Tugas Menumpuk.”
Pendidikan yang baik bukan hanya tentang menghasilkan siswa yang pintar secara akademik, tapi juga manusia yang siap menghadapi kehidupan. Dan kalau bisa, nggak gampang panik kalau disuruh maju ke depan kelas mendadak.