Tragedi Lempang 1 Tahun Lalu: PSN Lempang Upaya Buka Pulau Lempang untuk Kepentingan Eco City, Pemiliknya Siapa?

Tragedi Lempang 1 Tahun Lalu: PSN Lempang Upaya Buka Pulau Lempang untuk Kepentingan Eco City, Pemiliknya Siapa?

Satu tahun lalu, tepatnya 7 September 2023, terjadi bentrokan antara aparat dan warga di Pulau Lempang di Kota Batam, Kepulauan Riau (Khepri). Bentrokan terjadi karena warga menolak meninggalkan lahan di kawasan yang akan dijadikan Proyek Strategis Nasional (PSN) bernama Lempang Eco City.

Akibat bentrokan tersebut, 11 korban termasuk 10 siswa dan satu guru dikabarkan dilarikan ke rumah sakit terdekat. Konflik terpantau masih berlanjut hingga beberapa hari setelahnya. Warga terus melakukan perlawanan dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam hingga menyebabkan enam orang lagi luka-luka.

Peristiwa yang kemudian dikenal dengan Tragedi Lempang ini menunjukkan bahwa sengketa agraria masih menjadi permasalahan serius di tanah air. Sayangnya, konflik justru terjadi antara warga dan pihak berwenang. Pemerintah mengklaim tanah di kawasan Pulau Lempang sudah berbadan hukum. Sebaliknya, penduduk setempat mengklaim bahwa mereka telah tinggal di https://desadigitalindonesia.com/ kawasan tersebut selama ratusan tahun, dari generasi ke generasi. Konflik dengan pihak berwenang di Pulau Lempang dipicu oleh wacana pemerintah untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi Indonesia. Skema tersebut kemudian dimasukkan ke dalam PSN dengan nama Lempang Eco City. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023.

Pembangunan proyek Lempang Eco City merupakan hasil kolaborasi pemerintah pusat melalui Otoritas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam atau dikenal dengan BP Batam, serta Pemerintah Kota Batam dan PT Makmoor Erok Graha (MEG). Anak perusahaan Asa Graha, grup perusahaan yang didirikan oleh Tommy Winata.

Kawasan Lempang Eco City akan dibangun di atas lahan seluas kurang lebih 165 kilometer persegi. Dalam pengembangannya, PT MEG akan mempersiapkan Pulau Lempang sebagai kawasan industri, komersial, dan pariwisata terpadu. Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia dibandingkan Singapura dan Malaysia.

Saat itu, total investasi pengembangan Eco City Area Batam Lembang sebesar Rp43 triliun. PT MEG juga dikabarkan menggandeng calon investor Xinyi International Investment Co., Ltd. untuk membangun pusat pengolahan pasir silika dan pasir silika di Lempang. Pemerintah mengumumkan komitmen investasinya kepada Xinyi akan mencapai Rp 381 triliun pada tahun 2080. Karena nilai investasi tersebut, pengembangan Pulau Lempang diharapkan dapat memberikan dampak (ripple effect) terhadap pertumbuhan perekonomian Kota Batam dan kabupaten/kota lain di Provinsi Kepulauan Riau. Pemerintah Republik Indonesia juga menargetkan pengembangan Kawasan Ekocity Lempang yang dapat menampung sekitar 306.000 pekerja pada tahun 2080.

Namun rencana tersebut terhenti karena warga Pulau Lempang menolak untuk direlokasi. Masyarakat adat Pulau Lempang tinggal di 16 desa kuno dan menolak pindah ke daerah lain yakni ke Pulau Galang. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, warga menganggap desanya memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Oleh karena itu, mereka menolak untuk melewati kawasan tersebut.

© 2024 Quảng Cáo Mai Hương. Thiết kế Website bởi Quang Cao Mai Huong.